Dukung Anak Bereksplorasi

Rabu, 09 September 2015 - 09:42 WIB
Dukung Anak Bereksplorasi
Dukung Anak Bereksplorasi
A A A
Enam tahun pertama kehidupan merupakan the play years. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan anak bukan hanya memuaskan rasa ingin tahunya, juga mendukung tumbuh kembang mulai dari fisik hingga psikososial.

“Learning is experience everything else is just information ,” kutipan dari Albert Einstein tersebut amat mendukung kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh anak-anak. Terlebih jika melihat enam tahun pertama kehidupan anak merupakan masa the play years , di mana anak mulai senang mengamati, mencoba sesuatu yang baru, dan mengalaminya sendiri. Tahukah Anda, kegiatan ini bukan sekadar menuntaskan rasa ingin tahunya semata.

Lebih dari itu, kegiatan eksplorasi yang dilakukan melalui bermain, turut mendukung berbagai aspek tumbuh kembang anak. Sebut saja fisik dan senso motor, kognitif (terutama yang berkaitan dengan kecerdasan, kemampuan berbahasa, dan kreativitas), termasuk perkembangan psikososial. Yang terakhir disebut ini meliputi emosi positif, rasa percaya diri, dan keterampilan sosial.

Lewat survei yang dilakukan oleh BebeClub, ditemukan fakta bahwa tujuh dari sepuluh ibu sadar akan fungsi eksplorasi serta lebih sering mengajak sang anak untuk belajar sambil bermain agar dapat tumbuh dengan cerdas. Sejalan dengan hal ini, psikolog Roslina Verauli M Psi mengatakan, kegiatan eksplorasi bagi anak merupakan landasan penting bagi seseorang untuk belajar seumur hidup.

“Anak yang kurang bereksplorasi dapat dilihat sangat mudah. Cirinya anak menjadi pasif, cenderung menunggu dan melihat saja. Namun, orang tua jangan khawatir karena tidak ada kata terlambat untuk bereksplorasi, hanya sebaiknya dimulai dari usia dini yakni ketika memasuki usia dua hingga enam tahun,” paparnya dalam acara BebeExplora di Jakarta beberapa waktu lalu.

Lebih jauh Vera menuturkan, kegiatan eksplorasi rupanya juga menjadi bekal anak pada masa mendatang. Lewat eksplorasi secara optimal pada usia 2-6 tahun, ketika dewasa kelak anak dapat lebih mudah memecahkan masalah, memiliki perencanaan yang andal, percaya diri, serta mandiri.

Berbagai riset menunjukkan, ternyata kegiatan bermain eksplorasi yang dilakukan anak akan jauh lebih optimal bila melibatkan interaksi sosial anak dengan orang tuanya. Interaksi orang tua dan anak, baru mampu mendukung terciptanya eksplorasi yang optimal bila melibatkan dua aspek penting, yakni proses memahami dan proses dukungan.

Pada saat si anak melakukan eksplorasi, hormon bahagia si anak cenderung meningkat, yang nantinya akan berdampak positif agar si anak tidak mudah stres. Saat bermain, Vera mengingatkan agar interaksi antara sang anak dan orang tua harus selalu dijaga, agar dapat meningkatkan kecerdasan verbal, emosi, dan sosialnya.

Orang tua dapat memaksimalkan sarana yang ada di rumah, sebagai lingkungan anak bermain dan melakukan eksplorasi. “Faktanya, saat anak melakukan eksplorasi lingkungannya, menjadikan jaringan antarsel saraf berkembang pesat dan semakin kompleks,” urai Vera. Ada sejumlah faktor pada orang tua yang menjadi tantangan dalam memberikan kebebasan bereksplorasi pada anak.

Antara lain pemahaman orang tua yang kurang terhadap teknik yang tepat dalam memberikan stimulasi, juga kurangnya respon dan dukungan yang diberikan untuk menciptakan interaksi orang tua-anak dalam optimalnya kegiatan eksplorasi. Selain memahami tahapan perkembangan emosi dan sosial anak, orang tua juga harus memastikan nutrisi yang tepat bagi si kecil.

Dengan demikian, pertumbuhan yang maksimal baik dalam nutrisi maupun emosi dan sosialnya bisa terwujud. Dr dr Saptawati Bardosono Msc mengatakan, dalam masa pertumbuhan anak memerlukan energi dan gizi yang tepat agar dapat beraktivitas serta memiliki perkembangan kecerdasan dan emosional yang sesuai dengan tumbuh kembangnya.

“Salah satu energi dan gizi yang sehat bisa didapatkan dari susu,” kata dokter yang biasa disapa Tati ini, yang juga hadir pada kesempatan yang sama. Sayangnya, Tati menilai banyak orang tua yang kerap menjadikan susu sebagai pengganti makanan bagi anak yang sulit makan. Padahal, susu tidak bisa dijadikan pengganti makan.

Orang tua harus tetap mengombinasikan makanan kaya nutrisi bagi anak. Dilanjutkannya, kehadiran susu hanya sebagai pelengkap, bukan pengganti makanan. “Jumlah kandungan gizi susu tidak cukup untuk membantu tumbuh kembang anak. Makanan biasa tetap penting untuk dikonsumsi, dengan gizi yang seimbang dan bervariasi,” tandas dokter Tati.

Sri noviarni
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4950 seconds (0.1#10.140)